RENE DESCARTES (1596-1650) “COGITO ERGO SUM”

rene descartes

Rene Descartes lahir di kota La Haye Totiraine, Perancis pada tanggal 31 Maret tahun 1596 M. Rene Descartes selain merupakan seorang filosof, dia juga seorang matematikawan, saintis Perancis. Beliau meninggal pada tanggal 11 februari 1650 M di Swedia di usia 54 tahun.

Dalam bukunya discourse de la Methode tahun 1637, ia banyak melukiskan perkembangan intelektualnya. Descartes juga pernah menjadi taruna dalam suatu balatentara. Kemudia semasa mudanya ia selalu menyendiri dan  mengembara ke berbagai daerah di Eropa. Ia adalah penganut paham rasionalisme

  1. Metode kesangsian

Descartes berpendapat bahwa ia telah menemukan metode untuk memberi dasar yang kokoh pada filsafat dan ilmu pengetahuan yaitu metode kesangsian. Seluruh pengetahuan yang di miliki oleh seseorang harus di sangsikan atau diragukan terlebih dahulu. Dan apabila pengetahuan tersebut telah tahan uji oleh kesangsian maka itulah pengetahuan yang pasti.

Tetapi ada satu hal yang tidak dapat di ragukan yaitu, bahwa “aku ragu-ragu”. Karena ketika aku ragu-ragu (menyangsikan) sesuatu maka aku telah menyadari bahwa aku menyangsikan. Dengan kata lain, kesangsian secara langsung menyatakan adanya aku.

Descartes merumuskan penemuannya ini dengan ayat “cogito ergo sum”, “aku berfikir maka aku ada”

Yang di maksud Descartes dengan istilah “berfikir adalah “menyadari” (Dister, dalam Sutrisno dan Hardiman, 1992 :57).

  1. Ide ide bawaan

Descartes berpendapat bahwa dalam diri saya dapat ditemukan tiga “ide bawaan”. Ketiga ini yang sudah ada dalam diri saya sejak saya lahir msing-masing ialah pemikiran, Tuhan, dan keluasan.

a.Pemikiran

Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.

b.Tuhan

Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Tuhan.

c.Keluasan

Materi sebagai keluasan atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.

  1. Dualisme manusia (Jiwa dan tubuh)

Descartes berpendapat bahwa manusia terdiri dari dualism antara jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Tubuh baginya, tidak lain hanya sebagai mesin. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah bahwa manusia memiliki jiwa (pemikiran) sedangkan hewan hanya bergerak responsif (makan ketika lapar, tidur ketika ngantuk dsb).

Menurut Descartes, di dalam otak manusia ada semacam kelenjar yaitu glandula pienalis yang berfungsi sebagai jembatan antara jiwa dan tubuh.

Namun pada akhirnya pemecahan ini tidak memadai karena Descartes tidak berhasil menyesuaikan dengan analisa filosofis.

Tulisan ini ditulis dengan senang hati oleh : Achmad Faizal

BEM SE-UNHAS KLARIFIKASI BENTROK DI UNHAS

Simpang-siur berita terkait aksi yang berujung bentrok di Unhas  makin merajalela. Oleh sebab itu, Badan Eksekutif Mahasiswa se-Unhas yang terdiri dari 14 Fakultas menegaskan bahwa kegiatan demonstrasi di pintu satu Unhas hari selasa, 18 November 2014 adalah gerakan yang resah melihat kenaikan harga BBM yang dinilai tidak pro rakyat.

“Aksi yang berlangsung adalah murni keresahan pribadi mahasiswa dan masyarakat yang dilakukan di depan pintu 1 Unhas. Adapun bentrok yang terjadi dipicu oleh adanya oknum-oknum dari luar kampus yang mengatasnamakan masyarakat, yang berujung terjadinya pengrusakan dan pembakaran fasilitas kampus serta kendaraan pribadi yang terparkir di sekitar pos satpam dan sekitar mesjid kampus.”  Tutur Andi Azhar Mustafa selaku ketua BEM FISIP Unhas.

“Aksi penolakan kenaikan harga BBM yang diinisiasi oleh BEM se- Unhas adalah gerakan yang terorganisir. Aksi kami telah dilakukan pada 14 dan 17 November 2014 dengan melakukan longmarch di Tamalanrea. Pada hari itu, tamalanrea dipenuhi almamater merah di jalan namun tidak ada media yang meliput aksi tersebut. Sementara aksi hari selasa yang berujung bentrok dan pengrusakan adalah aksi yang sengaja diprovokasi oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan masyarakat untuk mengaburkan tuntutan terhadap kenaikan harga BBM dan menjatuhkan gerakan mahasiswa yang sebenarnya.” ujar Dian Fadlan Hidayat, ketua BEM Fakultas Hukum Unhas.

  1. Abdul Malik wahid, ketua senat Mahasiswa peternakan juga meminta pihak yang berwajib untuk mengusut tuntas siapa dalang dibalik bentrok yang terjadi di Unhas dan bertanggung jawab tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian yang melakukan kekerasan di dalam institusi kampus.

Bentrok di pintu satu Unhas dinilai sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengadu domba masyarakat dan mahasiswa agar gerakan menurunkan Harga BBM dikaburkan oleh bentrok yang terjadi. Sangatlah tidak rasional jika niat massa aksi untuk berdemonstrasi adalah agar bentrok dengan warga karena tuntutan yang diperjuangkan oleh massa aksi adalah untuk kepentingan masyarakat. Tambah A. Abdul malik Ketua Senat Mahasiswa Peternakan

Melalui Azhar, BEM se-Unhas yang terdiri dari 14 Fakultas juga menegaskan pernyataan sikap mereka Menolak kenaikan harga BBM dan meminta pemerintah pusat untuk merevisi kebijakan yang telah diambil serta merespon gerakan sosial yang terjadi di Indonesia lebih khususnya di Makassar.

Menanyakan Kekerasan Akademik

Diskotik (Diskusi Koridor Sosial Politik) “Menyoal Kekerasan Akademik” Kamis, 28 Maret 2014, pukul 16:00-17.45, di koridor Sospol Unhas.

Hampir semua orang tidak menyukai kekerasan, terlebih jika menjadi korbannya. Anehnya, orang yang tidak menyukai kekerasan justru melakukannya. Kekerasan, menurut Black, adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak terkendali, tiba-tiba, kasar dan menghina.

Secara umum kekerasan adalah kezaliman yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan tidak memberikan hak secara adil kepada orang atau kelompok lain. Adapun bentuk kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Kekerasan langsung (direct violent)
Bentuk kekerasan yang dilakukan secara langsung terhadap pihak yang ingin dicederai atau dilukai, seperti membunuh, memukul atau memperkosa, dll.

b. Kekerasan tidak langsung (indirect violent)
Bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain melalui sarana. Bentuk kekerasan ini cenderung berupa tindakan-tindakan, seperti mengekang, meniadakan atau mengurangi hak-hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan perbuatan-perbuatan lainnya.

Kekerasan akademik masuk dalam kekerasan tidak langsung; birokrat kampus melakukan kekerasan dengan membuat aturan-aturan yang menekan kreativitas mahasiswa. Aturan tersebut dibuat sedemikian menekan dengan memberikan ancaman hukuman berupa skorsing sampai DO kepada mahasiswa. Kebijakan-kebijakan akademik seperti ini tidak berhubungan dengan subtansi kampus sebagai wadah kaum intelektual untuk memanusiakan manusia.

Kekerasan akademik yang dilakukan oleh birokrat kampus kepada mahasiswa lahir dari stigma masyarakat luas, bahwa mahasiswa Indonesia, khususnya di Makassar, banyak melakukan tindak kekerasan. Hal inilah yang mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan anti kekerasan yang justru melahirkan bentuk kekerasan baru yang jauh lebih menghawatirkan.

Kekerasan akademik ini memiliki banyak bentuk yang justru sebagian atau hampir semua mahasiswa menyadari dan menikmati tindak kekerasan ini. Salah satu kekerasan yang sangat dinikmati oleh mahasiswa adalah adanya jenjang-jenjang nilai A,B,C,D, dan E. Terkadang mahasiswa mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan kepasitasnya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa mendapatan nilai A, tetapi dia sadar bahwa nilai A tersebut tidak pantas untuknya sebagai imbalan dari kemampuannya, namun dia tetap bangga dan tidak melakukan protes kepada dosennya.

Kekerasan lainnya yang diderita mahasiswa adalah saat dosen tidak hadir dalam perkuliahan — mahasiswa justru senang dan tidak melakukan protes apapun. Jadi, pada dasarnya kekerasan-kekerasan yang terjadi justru disadari, bahkan dinikmati oleh sebagian Mahasiswa.

Di samping gigih melawan tindak kekerasan akademik, mahasiswa juga melakukan kekerasan kepada mahasiswa lain, khususnya kepada Mahasiswa Baru, di bawah bayang-bayang Lembaga Mahasiswa. Jadi, selain sadar dan menikmati tindak kekerasan, mahasiswa juga melakukan kekerasan dalam bentuk yang lain.

Ruang-ruang kampus adalah ruang mahasiswa seharusnya diberikan haknya. Tetapi, justru hak ini tidak diberikan dengan mengaturnya dalam aturan-aturan yang mengikat. Kekerasan akademik adalah awal dari kekerasan-kekerasan lainnya di luar lingkungan kampus.

Jika dunia kampus yang menjadi tempat kaum intelektual mengalami dan melakukan kekerasan, bagaimana dengan ruang-ruang yang lain ?[]

Penulis: Aisyah Muchtar